Produsen yang baik seharusnya dapat memastikan agar produk olahan pangannya dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik. baik buruknya kualitas produk olahan pangan dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan, kadar garam (salinitas). Hal yang tidak kalah penting adalah cara atau sistem pengemasan serta kemasan apa yang digunakan untuk mengemas produknya agar tetap dalam keadaan baik sampai di tangan konsumen.
Suhu dapat mempengaruhi kualitas rasa serta daya simpan suatu produk. Contohnya pada susu segar, bila susu disimpan pada suhu kamar, maka molekul susu akan mudah mengalami kerusakan dikarenakan mikroba perusak dapat dengan mudah berkembang biak.
Oleh karena itu untuk menambah daya simpan susu agar lebih tahan lama, maka susu perlu diolah dengan cara pasteurisasi (dicelupkan pada air bersuhu 90° Celcius) serta disimpan dalam lemari pendingin. Selain itu suhu juga dapat mempengaruhi rasa, contohnya es krim terasa lebih manis bila sudah meleleh (dalam keadaan hangat), namun sensasinya lebih nikmat bila dimakan dalam keadaan beku.
Tekanan dapat mempengaruhi kualitas produk pangan yang dihasilkan. Karena pada bak atau tempat mengolah suatu bahan pangan terdapat volume maksimal yang dapat ditampung oleh bak tersebut agar dihasilkan produk yang optimal kualitasnya. Bila volumenya maksimalnya terlampaui namun masih tetap dipaksa untuk dapat menampung lebih banyak bahan, maka produk yang dihasilkan pun tidak optimal.
Kandungan garam dalam bahan pangan dapat membuat makanan menjadi lebih gurih. Namun jika dikonsumsi berlebihan garam akan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan misalnya hipertensi, jantung bahkan stroke. Oleh karena itu produsen harus meneliti berapa kadar garam dalam produknya.
Selain itu pengemasan yang baik juga diperlukan agar produk tetap terjaga kualitasnya walaupun sudah berbulan-bulan berada di pasaran. Pada makanan tradisional digunakan kemasan yang alami seperti daun pisang, daun jagung, serta bambu. Namun seiring berkembangnya zaman, manusia lebih membutuhkan kemasan yang menarik, aman dan mampu mempertahankan kualitas produk selama pendistribusian.
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
Suhu dapat mempengaruhi kualitas rasa serta daya simpan suatu produk. Contohnya pada susu segar, bila susu disimpan pada suhu kamar, maka molekul susu akan mudah mengalami kerusakan dikarenakan mikroba perusak dapat dengan mudah berkembang biak.
Oleh karena itu untuk menambah daya simpan susu agar lebih tahan lama, maka susu perlu diolah dengan cara pasteurisasi (dicelupkan pada air bersuhu 90° Celcius) serta disimpan dalam lemari pendingin. Selain itu suhu juga dapat mempengaruhi rasa, contohnya es krim terasa lebih manis bila sudah meleleh (dalam keadaan hangat), namun sensasinya lebih nikmat bila dimakan dalam keadaan beku.
Tekanan dapat mempengaruhi kualitas produk pangan yang dihasilkan. Karena pada bak atau tempat mengolah suatu bahan pangan terdapat volume maksimal yang dapat ditampung oleh bak tersebut agar dihasilkan produk yang optimal kualitasnya. Bila volumenya maksimalnya terlampaui namun masih tetap dipaksa untuk dapat menampung lebih banyak bahan, maka produk yang dihasilkan pun tidak optimal.
Kandungan garam dalam bahan pangan dapat membuat makanan menjadi lebih gurih. Namun jika dikonsumsi berlebihan garam akan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan misalnya hipertensi, jantung bahkan stroke. Oleh karena itu produsen harus meneliti berapa kadar garam dalam produknya.
Selain itu pengemasan yang baik juga diperlukan agar produk tetap terjaga kualitasnya walaupun sudah berbulan-bulan berada di pasaran. Pada makanan tradisional digunakan kemasan yang alami seperti daun pisang, daun jagung, serta bambu. Namun seiring berkembangnya zaman, manusia lebih membutuhkan kemasan yang menarik, aman dan mampu mempertahankan kualitas produk selama pendistribusian.
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
- Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0 - 20°C.
- Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20 - 45°C.
- Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhannya di atas 45°C.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4°-66° Celcius. Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan, maka dari itu pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 4°C atau di atas 66°C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66°C, kebanyakan mikroba juga terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati (anonimous, 2010).
Untuk meminimalkan kativitas mikroba dalam bahan pangan dapat dilakukan misalnya dengan cara pembekuan. Pembekuan dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya:
Kontak langsung dengan permukaan dingin
Dalam pembekuan sistem lempengan dingin, lempengan seolah menjadi pembungkus produk makanan tersebut. Lempengan dapat berupa lempengan ganda atau lempengan banyak yang di dinginkan dengan berbagai cara. Ruang udara di antara lempeng dan pembungkus dapat menambah resistansi hambatan laju transfer kalor, sehingga ruang antara lempengan harus disesuaikan dengan ukuran produk makanan. Hal tersebut menjadi kelebihan dari metode ini; bentuk dan ukuran lempengan dapat disesuaikan dengan ukuran produk makanan. Kelebihan lainnya adalah, pembekuan dapat dilakukan dengan cepat dari berbagai sisi produk makanan, karena logam memiliki konduktivitas termal yang tinggi sehingga transfer panas dapat melaju dengan cepat. Pembekuan dengan lempengan-lempengan seperti ini cenderung lebih menghemat ruang karena penyusunan letak makanan yang rapih dan terstruktur.
Pembekuan dengan memanfaatkan media udara
Pembekuan dengan metode inilah yang biasanya digunakan secara umum, berbeda dengan pembekuan sistem lempengan dingin, pada metode ini ruang pendingin diisi oleh udara yang didinginkan. Kelebihannyanya adalah, dengan memanfaatkan aliran konveksi, temperatur dingin dapat disebarkan hingga ke sudut ruangan secara efisien, namun koefisien transfer panas konvektif udara cenderung kecil sehingga pembekuan perlu dilakukan dalam waktu yang lebih lama akibat rendahnya laju transfer panas. Semakin besar ruangan, semakin kecil kalor yang dapat dipindahkan dalam satuan waktu tertentu. Hilangnya berat dari produk juga dapat terjadi akibat kontak langsung antara produk dan air yang mampu mengangkat kandungan air dalam produk makanan, terutama jika temperatur dan kelembapan memungkinkan.
Pembekuan dengan menggunakan cairan
Umumnya, produk makanan direndam dalam cairan pendingin yang didinginkan. Cairan yang digunakan berupa cairan yang memiliki titik didih rendah namun memiliki kemampuan menyerap panas yang tinggi, misalnya glikol atau cairan lainnya yang disebut coolant. Makanan cair juga dapat didinginkan dengan cara ini asalkan dikemas terlebih dahulu sebelum direndam. Umumnya tidak ada kontak langsung antara produk makanan dengan cairan pendingin, karena akan berisiko merusak kualitas produk makanan.
Penyemprotan makanan juga termasuk metode ini, dengan menggunakan cairan pendingin yang sejenis. Makanan dialirkan dengan konveyor, lalu dilakukan penyemprotan. Setelah dilakukan penyemprotan, umumnya produk makanan dibekukan dengan memanfaatkan media udara seperti aliran udara dingin. Cara ini menjadikan makanan menjadi beku lebih cepat dibandingkan tanpa cairan pendingin.
Dengan metode cryogenic, makanan dapat dibekukan dengan cara yang cepat. Makanan direndam dalam cairan cryogenik yang disebut dengan cryogen. Cryogen yang umum digunakan misalnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair. Nitrogen cair memiliki titik didih yang sangat rendah, yaitu -196°C, sedangkan karbon dioksida cair memiliki titik didih -79°C. Cryogen cenderung tidak berbau, tidak berwarna, dan inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan makanan padat walau pendinginan dilakukan dalam keadaan tanpa dikemas dan mempengaruhi kualitas makanan kecuali terhadap temperatur dinginnya itu sendiri. Selain itu, cryogen memiliki laju transfer panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan cairan pendingin lainnya.
Pada proses pembekuan dengan cryogenic, pendinginan awal perlu dilakukan untuk mencegah keretakan akibat turunnya temperatur secara drastis karena volum produk makanan mengalami perubahan volum yang sangat cepat ketika terendam dalam cryogen. Mempertahankan temperatur sangat mungkin karena cryogen yang menguap memiliki koefisien transfer kalor konvektif yang sangat tinggi.
Modifikasi terbaru dari pendingin cryogenic adalah pendingin cryomechanical yang menggabungkan metode perendaman produk dalam cairan cryogen dan metode mekanik yaitu menggunakan konveyor tipe sprayer, spiral, ataupun belt yang memanfaatkan uap cryogen. Hal ini akan mengurangi waktu pendinginan, mengurangi hilangnya berat produk makanan, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan efisiensi (Agnelli dan Mascheroni dalam anonimous, 2010).
Tekanan
Berdasarkan rumusnya maka tekanan dalam pengolahan pangan dapat dipengaruhi oleh volume, mol, suhu, massa, gravitasi serta gaya. Untuk mendapatkan produk olahan pangan yang berkualitas baik maka keseluruhan lomponen harus berjalan secara seimbang.
Kadar garam
Dalam industri pengolahan pangan seharusnya produsen mengetahui berapa kadar maksimum garam yang diperbolehkan untuk dikonsumsi tubuh setiap harinya. Oleh karena itu, produsen tidak boleh terlalu mementingkan cita rasa namun juga memperhatikan kesehatan konsumennya. Oleh karena itu saat ini telah ada upaya dari produsen makanan di AS untuk mengurangi kadar garam yang digunakan dalam produk olahannya.
Kelebihan kadar garam dapat berdampak buruk bagi konsumen. Karena dapat menyebabkan hipertensi, jantung serta stroke. Namun, bukan berarti tubuh tidak boleh mengonsumsi garam asama sekali. Karena tubuh memerlukannya untuk dapat bermetabolisme dengan baik.(Pritarani Rahmatika)
0 Komentar: