PROSES PEMBUATAN GULA
Proses pembuatan gula ada beberapa tahapan dari penerimaan tebu hingga sampai proses pengepakan. Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ekstraksi, pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen. Pada umumnya proses pembuatan gula di Pabrik Gula menggunakan sistem double sulfitasi dan menggunakan bahan dasar tebu. Produksi yang dapat dihasilkan SHS (Super High Sugar) yang berwarna putih. Hasil sampingan pabrik gula ini adalah ampas sebagai bahan bakar ketel uap dan tetes dapat digunakan sebagai bahan bakar pembuatan alkohol dan lain-lain.
Proses pembuatan gula dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yang terbagi atas stasiun-stasiun. Stasiunnya antara lain :
- Stasiun Penerimaan tebu
- Stasiun Gilingan
- Stasiun Pemurnian
- Stasiun Penguapan / Evaporasi
- Stasiun Masakan / Kristalisasi
- Stasiun Puteran
- Stasiun Penyelesaian
1. Stasiun Penerimaan Tebu
Tahap pertama didalam pembuatan gula pasir adalah tebu dihancurkan dalam penggiling tebu yang berukuran besar. Sebelum tebu diolah lebih lanjut hingga menjadi gula pasir, awalnya tebu mengalami perlakuan pendahuluan yaitu tebu diterima pada stasiun penerimaan. Stasiun ini berperan penting karena sebagai control kualitas tebu yang akan digunakan dalam proses pengolahan.
Pada stasiun penerimaan tebu ini melalui beberapa tahapan-tahapan, seperti yang dijelaskan pada gambar dibawah ini;
Fungsi alat-alat diatas adalah:
1. Overhead crane / Cane crane
Alat ini digunakan untuk mengangkut tebu dari lori atau truck dan meletakkannya di meja tebu. Overhead crane dijalankan oleh operator untuk diletakkan di meja tebu.
2. Cane Table atau Meja Tebu
Alat ini digunakan sebagai penampung umpan tebu serta mengatur banyaknya jumlah tebu yang akan digiling secara kontinu karena alat ini dilengkapi dengan laveler berupa rol bergerigi yang akan mengatur permukaan atau ketebalan tebu agar dapat jatuh dengan tepat dalam cane carrier. Meja tebu memiliki panjang berkisar antara 2 – 3 meter.
3. Cane carrier
Alat ini berfungsi untuk membawa tebu yang telah diatur dalam meja tebu ke dalam cane cutter.
4. Cane cutter
Alat ini berfungsi untuk memotong dan menyayat tebu agar menjadi potongan tebu kasar agar lebih memudahkan saat dicacah dalam unigrator.
5. Unigrator
Alat ini berfungsi untuk memukul dan mencacah potongan tebu kasar agar menjadi serpihan halus sehingga memmudahkan dan mempercepat ekstraksi pada saat penggilingan.
Untuk pemenuhan kualitas gula yang baik, bahan baku tebu yang diterima harus memenuhi pola MBS yaitu Manis, Bersih dan Segar. Proses penilaian bahan baku pola MBS ini dilakukan oleh petugas lapangan pabrik gula (PLPG) setiap kali tebu akan dikirim ke pabrik sehingga tebu yang masuk dapat terjamin kualitasnya.
Sistem pemasukan tebu menuju stasiun penggilingan menggunakan prinsip FIFO (first in first out) dimana tebu yang pertama kali masuk dalam stasiun penerimaan adalah tebu yang pertama kali akan digiling, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan rendemen dalam tebu. Penurunan rendemen terjadi karena tebu mengalami proses respirasi terus menerus yang dapat mengakibatkan menurunnya kandungan gula. Pada stasiun penerimaan ini juga terdapat proses penimbangan tebu guna untuk mengetahui bobot tebu yang akan digiling seperti alur yang dijelaskan pada gambar berikut ini;
Besarnya persentasi rendemen secara riil dapat diketahui dengan menghitung perbandingan antara gula yang dihasilkan dengan sejumlah tebu yang digiling di pabrik, kemudian nilai tersebut dikalikan 100%, oleh karena itu kita memerlukan penimbangan tebu ini supaya dapat mempermudah dalam menghitung rendemen tebu yang digiling selama penggilingan berlangsung.
Penimbang tebu ini terdiri dari:timbangan brutto, timbangan tarra dan timbangan lori. Pada masing-masing timbangan memiliki kegunaan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan pada pengertian dibawah ini:
- Timbangan brutto ; Untuk menimbang truk yang bermuatan tebu sehingga diketahui berat kotor (brutto) dari truk dan tebu.
- Timbangan tarra ; untuk menimbang truk yang tebunya telah di giling sehingga dapat di ketahui berat bersih tebu yang di di giling.
- Timbangan lori ; Untuk menimbang berat tebu yang di angkut dengan lori, lori yang ada di beri kode dan telah di ketahuim beratnya sehingga tebu yang di angkut dengan lori langsung dapat di ketahui beratnya, lori biasanya di gunakan untuk mengangkut daerah – daerah histories yang berada di sekitar pabrik. tebu masuk ke dalam pabrik untuk diproses lebih lanjut, tebu harus ditimbang terlebih dahulu.
Tujuan dari penimbangan ini adalah :
- Mengetahui bobot tebu yang masuk ke pabrik dari kebun tebu
- Menghitung biaya upah tebang yang harus dibayarkan
- Menghitung pengawasan proses lainnya
- Mempermudah dalam pengambilan keputusan di dalam pabrik.
2. Stasiun Gilingan
Tahap selanjutnya dalam pembuatan gula tebu adalah ekstraksi. Caranya dengan menghancurkan tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan ampas tebu dengan cairannya. Setelah tebu menjadi serpihan halus selanjutnya diolah dalam stasiun gilingan yang bertujuan untuk memerah nira dari batang tebu sebanyak mungkin dengan kehilangan nira seminimal mungkin, diharapkan nira yang dapat diperah adalah 90%. Pada stasiun ini terjadi pemisahan antara bagian tebu yang mengandung cairan dengan kotoran dan ampas yang berupa padat.
1. Gilingan I
Pada gilingan pertama hanya terdiri dari serpihan – serpihan tebu sari unigrator yang setelah digiling akan menghasilkan nira perahan pertama (NPP) dan ampas. NPP selanjutnya dipompa menuju DSM Screen untuk dilakukan penyaringan agar terpisah nira dengan ampas. Dari DSM Screen nira dipompa ke Door Clone untuk dilakukan pemisahan dengan pasir yang masih terikut. Nira yang telah dipisahkan pasirnya dialirkan ke bak penampungan nira mentah, sedangkan ampasnya diangkut dengan Intermediet Carrier (IMC) menuju gilingan kedua.
2. Gilingan II
Pada gilingan kedua terdiri dari ampas gilingan pertama dan ampas dari DSM Screen, yang kemudian ditambahkan nira imbibisi (N3) atau nira dari hasil perahan gilingan ketiga, banyak air imbibisi yang diperlukan sebanyak 20 – 30% dari berat batang tebu yang digiling. Tujuan dari penambahan nira imbibisi adalah untuk melarutkan gula yang masih terkandung dalam ampas dan kemudian mengeluarkannya dengan pemerasan pada gilingan berikutnya.
Dari gilingan kedua ini akan dihasilkan nira perahan kedua (NPK) dan ampas. NPK akan ditampung dalam bak penampung nira mentah yang sama dengan NPP, selanjutnya ditambahkan Ca(OH)2 dan asam phosphate (H3PO4). Penambahan Ca(OH)2 bertujuan untuk menjaga kondisi nira agar tidak terlalu asam karena jika terlalu asam akan menyebabkan terbentuknya gula inverse dan mencegah berkembangnya mikroorganisme yang dapat merusak sukrosa yang terdapat dalam nira dan sedangkan H3PO4 bertujuan agar terbentuk endapan kalsium phosphate (Ca3(PO4)2) sebagai inti endapan yang mampu mengikat koloid. NPP dan NPK yang telah ditambahkan H3PO4 dan Ca(OH)2 disebut nira mentah dengan pH 6,8 yang akan diolah dalam stasiun berikutnya. Ampas dari gilingan kedua akan dibawa dengan IMC menuju gilingan ketiga.
Dari gilingan kedua ini akan dihasilkan nira perahan kedua (NPK) dan ampas. NPK akan ditampung dalam bak penampung nira mentah yang sama dengan NPP, selanjutnya ditambahkan Ca(OH)2 dan asam phosphate (H3PO4). Penambahan Ca(OH)2 bertujuan untuk menjaga kondisi nira agar tidak terlalu asam karena jika terlalu asam akan menyebabkan terbentuknya gula inverse dan mencegah berkembangnya mikroorganisme yang dapat merusak sukrosa yang terdapat dalam nira dan sedangkan H3PO4 bertujuan agar terbentuk endapan kalsium phosphate (Ca3(PO4)2) sebagai inti endapan yang mampu mengikat koloid. NPP dan NPK yang telah ditambahkan H3PO4 dan Ca(OH)2 disebut nira mentah dengan pH 6,8 yang akan diolah dalam stasiun berikutnya. Ampas dari gilingan kedua akan dibawa dengan IMC menuju gilingan ketiga.
3. Gilingan III
Pada gilingan ketiga, ampas dari gilingan kedua ditambahkan ampas dari DSM screen dan ditambahkan nira imbibisi (N4) atau nira yang berasal dari gilingan keempat, kemudian diperah menghasilkan ampas dan nira perahan ketiga (N3). N3 akan digunakan untuk nira imbibisi gilingan kedua dan ampasnya dibawa oleh IMC menuju gilingan keempat.
4. Gilingan IV
Pada gilingan keempat, ampas gilingan ketiga yang digunakan sebagai umpan ditambahkan dengan air imbibisi dan nira imbibisi (N5) atau nira perahan gilingan kelima. Air imbibisi yaitu air panas dengan suhu 60 – 70°C yang berasal dari air condesat. Suhu air berkisar 60 – 70°C jika suhunya terlalu tinggi akan melarutkan zat lilin (peptin) dalam tebu sehingga akan mengganggu proses pemurnian dan pengendapan, selain itu juga akan menyebabkan selip dalam gilingan, namun jika suhunya terlalu rendah akan menyebabkan pelarutan yang kurang sempurna dan kemungkinan masih ada bakteri yang belum mati dalam nira. Dari gilingan ini akan menghasilkan ampas dan nira perahan keempat (N4), N4 akan digunakan sebagai nira imbibisi gilingan ketiga, sedangkan ampas dibawa IMC menuju gilingan kelima.
5. Gilingan V
Pada gilingan kelima, umpan dari gilingan keempat ditambahkan air imbibisi sebagai air pencuci ampas terakhir dan diharapkan mampu melarutkan nira sebanyak – banyaknya sehingga nira yang terbawa oleh ampas terakhir sedikit. Dari gilingan kelima ini akan menghasilkan ampas (baggase) dan nira perahan kelima (N5). N5 digunakan sebagai nira imbibisi gilingan keempat, sedangkan ampasnya diangkut dengan baggase carrier menuju dapur pembakaran ketel dan digunakan sebagai bahan bakar ketel.
3. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun pemurnian ini nira mentah yang dihasilkan dari penggilingan merupakan cairan berwarna coklat kehikauan yang terdiri dari 77 – 88% air, 8 – 21% sukrosa, 0,3 – 3% gula pereduksi, 0,5 – 1% senyawa organic dan 0,2 – 0,6% senyawa anorganik.
Stasiun pemurnian bertujuan untuk menghilangkan kotoran – kotoran atau zat bukan gula yang sebanyak mungkin yang terdapat dalam nira mentah dengan cara kimia dan fisik sehingga akan diperoleh kadar sukrosa yang maksimal dari nira tersebut serta menghilangkan kekeruhan dengan pengendapan. Proses pemurnian dapat dilakukan melalui beberapa proses di antaranya yaitu proses defekasi, sulfitasi dan karbonatasi.
Pemurnian berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi bukan gula dari nira mentah seoptimal mungkin. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap serta penggunaan unit peralatan berupa pemanas pendahuluan (heat exchanger), defekator, sulfitator, expandeur, clarifier, rotary vacuum filter. Proses pemurnian nira dapat dilihat pada gambar berikut:
Terdapat tiga metode dalam proses pemurnian nira, yaitu :
1. Proses Defekasi
Dalam proses defekasi pemurnian nira dilakukan dengan penambahan susu kapur sebagai reagen. Reaktor untuk proses defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. Pemurnian nira dengan cara defekasi dibagi menjadi :
- Defekasi Dingin. Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4. Setelah itu baru nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas.
- Defekasi Panas. Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu kapur.
- Defekasi Bertingkat. Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4.
- Defekasi sachharat. Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan, kemudian dicampur.
2. Proses Sulfitasi
Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira mentah dengan menambahkan susu kapur dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2. Dengan adanya penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi sebagai pengadsorbsi bahan bukan gula. Beberapa modifikasi dalam proses sulfitasi antara lain :
- Sulfitasi asam. Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas SO2 hingga pH 4.0 selanjutnya ditambahkan susu kapur hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali dengan gas SO2 hingga pH 7.2 – 7.4.
- Sulfitasi alkalis. Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5 kemudian dinetralkan dengan gas SO2. Pertimbangan penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya kadar P2O5.
- Sulfitasi netral. Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5. Pertimbangan melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya kadar P2O5, Fe2O3 dan Al2O3.
3. Proses Karbonatasi
Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan menambahkan susu kapur berlebihan dan dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk adalah endapan CaCO3. Ada dua macam modifikasi dalam proses karbonatasi, yaitu :
- Karbonatasi tunggal. Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu reaktor. Nira ditambahkan susu kapur berlebih kemudian dinetralkan menggunakan gas CO2. Alkalinitas dijaga antara pH 9 – 10.
- Karbonatasi rangkap. Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi tunggal. Tetapi pemberian gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu kapur habis alkalinitas dijaga tetap pada pH 10.5 kemudian nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi.
Proses defekasi dimana pemurnian dilakukan dengan cara pemberian kapur (air kapur) dan pemanasan pendahuluan. Prinsip kerja defekasi yaitu nira mentah diberi susu kapur sampai tercapai pH agak alkalis yaitu pH 7,3 – 7,8, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan diendapkan dalam tangki pengendap.
Proses sulfitasi adalah pemurnian nira dengan menggunakan susu kapur dan SO2 sebagai pembersih. Dari ketiga proses pemurnian tersebut, proses sulfitasi adalah proses yang paling banyak yang digunakan di Indonesia. Proses ini membutuhkan biaya yang lebih murah dan gula yang dihasilkan sudah dapat diterima konsumen sebagai gula putih.
Proses sulfitasi adalah pemurnian nira dengan menggunakan susu kapur dan SO2 sebagai pembersih. Dari ketiga proses pemurnian tersebut, proses sulfitasi adalah proses yang paling banyak yang digunakan di Indonesia. Proses ini membutuhkan biaya yang lebih murah dan gula yang dihasilkan sudah dapat diterima konsumen sebagai gula putih.
« Baca Bagian Pertama | Baca Bagian Ketiga » |
Sangat bermanfaat untuk pengetahuan proses pembuatan gula pasir putih
BalasHapus