Penyakit Karat Puru pada Sengon & Teknik Pengendaliannya


Saat ini Sengon banyak diusahakan di kawasan hutan tanaman, perkebunan maupun kebun-kebun milik rakyat di Pulau Jawa. Namun penanaman Sengon kurang berhasil karena pada tahun 2004 akhir tanaman tersebut terserang penyakit Karat Puru, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1996 di Pulau Seram (Maluku). Berdasarkan informasiyang diperoleh Pusat Litbang Hutan Tanaman, ledakan serangan penyakit Karat Puru yang terjadi di Jawa Timur antara lain di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, di beberapa kebun di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) yaitu UUS Kertowono (Kabupaten Lumajang), UUS Gunung Gumitir (Kabupaten Banyuwangi), UUS Jatirono dan UUS Malangsari (Kabupaten Banyuwangi), di Kabupaten Pacitan, di areal Perum Perhutani RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri.

PENDAHULUAN

Penyakit karat puru pada sengon menunjukkan gejala yang khas, yaitu hiperplasia (pertumbuhan lebih) pada bagian tumbuhan yang terserang  Gejala penyakit diawali dengan adanya pembengkakan lokal (tumefaksi) di bagian tanaman yang terserang (daun, cabang, dan batang).Lama kelamaan pembengkakan berubah menjadi benjolan-benjolan yang kemudian menjadi bintil - bintil kecil atau disebut puru (gall). Puru yang timbul mempunyai bentuk bervariasi mulai bulat sampai tidak beraturan dengan diameter mulai dari beberapa milimeter sampai lebih besar dari 10 cm. Puru tersebut dapat berkelompok atau menyebar pada bagian yang terserang. Apabila yang terserang penyakit bagian tangkai daun majemuk atau tajuk maka bagian tersebut agak membengkok karena adanya penebalan dan pembengkakan kemudian tajuk daun menggulung berubah bentuk (malformasi) tanpa daun lagi 

Puru yang masih muda berwarna hijau kecoklat-coklatan yang diselimuti oleh lapisan seperti tepung berwarna agak kemerah-merahan yang merupakan kumpulan dari spora patogen, sedangkan puru yang tua berwarna coklat kemerah-merahan sampai hitam dan biasanya puru sudah keropos berlubang serta digunakan sebagai sarang semut atau serangga lainnya. Jika tanaman mengalami serangan yang parah, maka seluruh bagian tanaman dipenuhi oleh puru, kemudian daun mengering mengalami kerontokan, diikuti oleh batang dan cabang pohon dan akhirnya tanaman mati.

PEMBAHASAN

Penyebab penyakit karat puru pada sengon adalah fungi Uromycladium sp., masuk dalam kelas Basidiomycetes, ordo Uredinales, famili Pucciniceae dan genus Uromycladium. Menurut Old et al. (2000) hanya 2 jenis Uromycladium yang diketahui mengakibatkan pembentukan bintil-bintil dalam jumlah sangat besar pada tunas berkayu dan bagian-bagian lain dari pohon akasia dan albisia yang terserang yaitu U. notabile dan U. tepperianum. Hal ini dapat dibedakan dari morfologi teliospora yang dihasilkan secara seksual. Teliospora U.tepperianum mempunyai rabung-rabung yang radial disamping itu belum pernah ada uredospora aseksual yang dilaporkan untuk U.

Tepperianum. Franje et al. mengatakan bahwa penyakit karat puru yang menyerang Albisia di New Zealand disebabkan oleh Uromycladium mempunyai siklus hidup yang terdiri dari 3 tahap yaitu Piknial (0) Uredial (II) dan Telial (III). Teliospora tidak berkecambah tetapi infeksi dilakukan oleh uredospora. Semangun (1996) mengatakan bahwa bangsa Uredinales atau jamur karat umumnya dianggap parasit obligat dengan sifat:

Miselium mengandung tetes-tetes minyak yang berwarna kuning atau jingga, tumbuh interseluler dan mengambil makanan dari sel-sel dengan houstorium; 2) sepanjang daur hidupnya jamur karat dapat membentuk lima macam spora (pikniospora, aesiospora, uredospora, teliospora dan basidiospora); 3) teliospora tumbuh menjadi promiselium; 4) Pada jenis tertentu terdapat heterosisme (pembentukan bentuk-bentuk spora yang berbeda pada hospes yang berbeda).

PENANGGULANGAN

Pengendalian penyakit karat puru dapat dilakukan dengan cara mekanik, yaitu menghilangkan puru pada tanaman sengon yang terserang , puru dikumpulkan dan dikubur dalam tanah agar tidak menular .Setelah puru dihilangkan batang dilabur dan disemprot dengan bahan sebagai berikut :

  1. Kapur 1 kg dilarutkan dalam air 5 - 10 liter (untuk 50 pohon).
  2. Belerang 1 kg dilarutkan dalam air 5 - 10 liter (untuk 50 pohon).
  3. Kapur dicampur dengan belerang dengan perbandingan1:1 dilarutkan dalam air 5 - 10 liter (untuk 50 pohon).
  4. Kapur dicampur dengan garam dengan perbandingan10:1 dilarutkan dalam air 5 - 10 liter (untuk 50 pohon).
  5. Belerang dicampur garam dengan perbandingan 10 : 1 dilarutkan dalam air 5 - 10 liter (untuk 50 pohon).
Catatan :Bahan-bahan tersebut, untuk larutan labur lebih pekat dibandingkan dengan untuk semprot. Sebelum digunakan larutan yang akan disemprot terlebih dahulu disaring. Teknik pengendalian tersebut di atas telah diuji coba di perkebunan PT. Glenmore, Banyuwangi dan di RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri. Berikut adalah gambaran dari keberhasilan penggunaan bahan tersebut di atas : sebelum dilakukan pembersihan puru pada tiap pohon, jumlah puru dihitung terlebih dahulu, barulah perlakuan dilaksanakan.

Perlakuan menggunakan bahan-bahan tersebut di atas dilakukan setiap 2 minggu sekali. Setelah 2 kali perlakuan maka dihitung jumlah puru yang tumbuh. Hasilnya adalah sebagai berikut (jumlah pohon uji masing-masing perlakuan 64 pohon) :

  • ŸPerlakuan belerang dapat menekan pertumbuhan puru sebesar 91,73% 
  • Perlakuan kapur dapat menekan pertumbuhan puru sebesar 94,32% 
  • ŸPerlakuan kapur : belerang (1:1) dapat menekan pertumbuhan puru sebesar sebesar 96,06%. 
  • ŸPerlakuan belerang : garam (10 : 1) dapat menekan pertumbuhan puru sebesar 93,45%. 
  • ŸPerlakuan kapur : garam (10 : 1) dapat menekan pertumbuhan puru sebesar 96,67.
Informasi harga bahan :

  • Kapur 10 kg = Rp. 10.000,-
  • Belerang 1 kg = Rp. 12.000,-
  • Garam 1 bungkus = Rp. 500,-

0 Komentar: