Petani, Riwayatmu Kini dan Nanti (2)

Fenomena revolusi industri yang mewabah di eropa mampu mengubah cara pandang para pengambil kebijakan dimasa lampau, karena tampak begitu menjanjikan untuk mendongkrak perekonomian. Berbagai penemuan dan teknologi pun diupayakan menjadi penyempurna revolusi industri. Tetapi apakah benar ada sebuah benang merah yang menjadi pengikat dampak dari revolusi industri terhadap nasib petani di bangsa ini…??. Banyak teknologi yang diciptakan malah kurang bersahabat dengan bumi kita, seperti menimbulkan polusi atau sampai menguras sumber daya alami yang ketersediaannya terbatas. Lebih jauh lagi dapaknya hingga mampu menyebabkan siklus cuaca yang tak berubah-ubah diluar prediksi atau bahkan cuaca ekstrim. Hal ini semakin memperburuk keadaan petani yang mau tak mau tetap menggeluti bidang pertanian sebagai mata pencarian utama. Jelas bahwa usaha mereka bergantung pada kondisi alam seperti iklim, cuaca dan musim. Memang berat cobaan petani, sudah jatuh tertimpa tangga.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah “bangkit tani” Rektor IPB. DR.Ir. Herry Suhardianto, M.Sc. menyampaikan tentang fenomena penurunan minat belajar di dunia pertanian alias kuliah di jurusan pertanian, serta peningkatan lulusan pertanian yang tidak setia pada ibu kandungnya yang telah mencetaknya menjadi seorang  sarjana pertanian. Jawaban yang cukup diplomatis pun disampaikan, bahwa hendaknya para lulusan IPB yang tidak bekerja di sektor pertanian tetap membangun wacana baik terhadap dunia pertanian, dan menciptakan kondisi kondusif di bidang ekonomi untuk mendukung usaha pertanian bagi mereka yang berada di dunia perbankan. Menurut beliau penurunan minat jurusan pertanian di IPB tidak begitu mengkhawatirkan. Secara kuantitatif Mantan Dekan fakultas pertanian  Prof. Dr. Syafrida manuwoto, pada tahun 2003 peminat di bidang pertanian mencapai 50.000 calon mahasiswa dan dalam rentang waktu 2004-2008 terjadi penurunan sekitar 5 % dari jumlah ditahun 2003. Dari segi idealisme ternyata ada peluang bagi sektor pertanian dalam memberi sumbangsih bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di negeri ini. kalau dibaca atau didengar sekilas, tampak seperti ada tugas mulia yang menunggu dipunggung para lulusan pertanian. Ibaratkan seorang guide yang menunjukan oase harapan bagi para musafir petani yang telah lama menempuh perjalanan panjang penuh keterpurukan di tengah padang pasir kemelaratan.
Secara fakta dan data banyak kisah tentang kesuksesan para penggelut dunia pertanian, bahkan ada dari mereka yang tidak memiliki background pertanian. Kalau hal ini sampai terjadi ujung-ujungnya apakah kesuksesan itu masalah keberuntungan semata atau memang melibatkan kompetensi atau justru memang benar-benar buah dari usaha dan kerja keras???. Ada kisah yang disampaikan oleh Wayan Supadno dalam majalah “bangkit tani“ tentang 4 hektar lahan yang mampu menumbuhkan pohon uang hingga 1 milyar lebih/tahun dari sekedar menanam sayur bayam dan sawi secara organik. Lain lagi kisah dari si buah berduri yang mampu membuahkan hasil hingga 80 juta per hektar lahan tanaman durian. Revolusi industri tidak mampu manjawab tantangan akan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan ekosistem. Kalau sudah begini…layakkah para petani selalu termarginalkan, karena faktanya banyak daya tarik dari sektor pertanian yang mampu menjadi magnet bagi penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan akan lingkungan yang tetap terjaga keseimbangannya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional 2011 bisa mencapai 7% kalau pemerintah mampu mengatasi faktor-faktor penghambat pertumbuhan. Selanjutnya, Kadin Indonesia merekomendasikan pemerintah menitikberatkan orientasi pembangunan pada industri manufaktur bernilai tambah tinggi di sektor pangan, pertanian, maupun pertambangan supaya Indonesia tak lagi menjadi pengekspor bahan mentah. Dari media massa Kompas edisi 21 Desember 2010, Ketua Dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini dan Guru Besar Ekonomi pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo menyampaikan bahwa dalam rangka memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah sebaiknya bisa fokus pada pengembangan sektor pertanian dan industri. Beliau juga menyampaikan bahwa dalam konteks percepatan pertumbuhan ekonomi, pengembangan sektor pertanian harus ditempatkan dalam konteks pengembangan agribisnis pertanian secara keseluruhan dari hulu sampai hilir. Berdasarkan data yang diperolehnya China, Thailand, dan Korea Selatan, porsi pertumbuhan ekonomi dari industri agro dan jasa pertanian bisa mencapai 75-80 persen. Adapun sektor budidaya hanya 20-25 persen.
Banyak fakta yang mengantarkan kita pada sebuah angan-angan bahwa dengan segala potensi yang dimiliki bangsa ini, kita tentu mampu turut ambil bagian untuk berdiri pada podium kesejahteraan dengan pengelolaan pertanian. Namun tampaknya begitu sulitnya mengumpulkan semua factor yang mendukung kearah sana. lantas apakah sebuah imajinasi itu akan tetap abadi ataukah menjadi target pencapaian yang secara berangsur-angsur dapat terwujud. Begitu banyaknya penduduk bangsa ini, maka dari itu, ini bisa kita jadikan peluang, bahwa pembangunan pada sector riil yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat bahkan hingga kelas bawah inilah yang diperkirakan mampu mendorong pencapaian pendapatan nasional bangsa ini.

0 Komentar: