Fenomena revolusi industri yang mewabah di eropa
mampu mengubah cara pandang para pengambil kebijakan dimasa lampau,
karena tampak begitu menjanjikan untuk mendongkrak perekonomian.
Berbagai penemuan dan teknologi pun diupayakan menjadi penyempurna
revolusi industri. Tetapi apakah benar ada sebuah benang merah yang
menjadi pengikat dampak dari revolusi industri terhadap nasib petani di
bangsa ini…??. Banyak teknologi yang diciptakan malah kurang bersahabat
dengan bumi kita, seperti menimbulkan polusi atau sampai menguras sumber
daya alami yang ketersediaannya terbatas. Lebih jauh lagi dapaknya
hingga mampu menyebabkan siklus cuaca yang tak berubah-ubah diluar
prediksi atau bahkan cuaca ekstrim. Hal ini semakin memperburuk keadaan
petani yang mau tak mau tetap menggeluti bidang pertanian sebagai mata
pencarian utama. Jelas bahwa usaha mereka bergantung pada kondisi alam
seperti iklim, cuaca dan musim. Memang berat cobaan petani, sudah jatuh
tertimpa tangga.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah “bangkit
tani” Rektor IPB. DR.Ir. Herry Suhardianto, M.Sc. menyampaikan tentang
fenomena penurunan minat belajar di dunia pertanian alias kuliah di
jurusan pertanian, serta peningkatan lulusan pertanian yang tidak setia
pada ibu kandungnya yang telah mencetaknya menjadi seorang sarjana
pertanian. Jawaban yang cukup diplomatis pun disampaikan, bahwa
hendaknya para lulusan IPB yang tidak bekerja di sektor pertanian tetap
membangun wacana baik terhadap dunia pertanian, dan menciptakan kondisi
kondusif di bidang ekonomi untuk mendukung usaha pertanian bagi mereka
yang berada di dunia perbankan. Menurut beliau penurunan minat jurusan
pertanian di IPB tidak begitu mengkhawatirkan. Secara kuantitatif Mantan
Dekan fakultas pertanian Prof. Dr. Syafrida manuwoto, pada tahun 2003
peminat di bidang pertanian mencapai 50.000 calon mahasiswa dan dalam
rentang waktu 2004-2008 terjadi penurunan sekitar 5 % dari jumlah
ditahun 2003. Dari segi idealisme ternyata ada peluang bagi sektor
pertanian dalam memberi sumbangsih bagi peningkatan kesejahteraan rakyat
di negeri ini. kalau dibaca atau didengar sekilas, tampak seperti ada
tugas mulia yang menunggu dipunggung para lulusan pertanian. Ibaratkan
seorang guide yang menunjukan oase harapan bagi para musafir
petani yang telah lama menempuh perjalanan panjang penuh keterpurukan di
tengah padang pasir kemelaratan.
Secara fakta dan data banyak kisah tentang
kesuksesan para penggelut dunia pertanian, bahkan ada dari mereka yang
tidak memiliki background pertanian. Kalau hal ini sampai terjadi
ujung-ujungnya apakah kesuksesan itu masalah keberuntungan semata atau
memang melibatkan kompetensi atau justru memang benar-benar buah dari
usaha dan kerja keras???. Ada kisah yang disampaikan oleh Wayan Supadno
dalam majalah “bangkit tani“ tentang 4 hektar lahan yang mampu
menumbuhkan pohon uang hingga 1 milyar lebih/tahun dari sekedar menanam
sayur bayam dan sawi secara organik. Lain lagi kisah dari si buah
berduri yang mampu membuahkan hasil hingga 80 juta per hektar lahan
tanaman durian. Revolusi industri tidak mampu manjawab tantangan akan
pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan
ekosistem. Kalau sudah begini…layakkah para petani selalu
termarginalkan, karena faktanya banyak daya tarik dari sektor pertanian
yang mampu menjadi magnet bagi penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan
akan lingkungan yang tetap terjaga keseimbangannya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin
Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional
2011 bisa mencapai 7% kalau pemerintah mampu mengatasi faktor-faktor
penghambat pertumbuhan. Selanjutnya, Kadin Indonesia merekomendasikan
pemerintah menitikberatkan orientasi pembangunan pada industri
manufaktur bernilai tambah tinggi di sektor pangan, pertanian, maupun
pertambangan supaya Indonesia tak lagi menjadi pengekspor bahan mentah.
Dari media massa Kompas edisi 21 Desember 2010, Ketua Dewan Hortikultura
Nasional Benny Kusbini dan Guru Besar Ekonomi pertanian Universitas
Jember Rudi Wibowo menyampaikan bahwa dalam rangka memanfaatkan momentum
pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah sebaiknya bisa fokus pada
pengembangan sektor pertanian dan industri. Beliau juga menyampaikan
bahwa dalam konteks percepatan pertumbuhan ekonomi, pengembangan sektor
pertanian harus ditempatkan dalam konteks pengembangan agribisnis
pertanian secara keseluruhan dari hulu sampai hilir. Berdasarkan data
yang diperolehnya China, Thailand, dan Korea Selatan, porsi pertumbuhan
ekonomi dari industri agro dan jasa pertanian bisa mencapai 75-80
persen. Adapun sektor budidaya hanya 20-25 persen.
Banyak fakta yang mengantarkan kita pada sebuah
angan-angan bahwa dengan segala potensi yang dimiliki bangsa ini, kita
tentu mampu turut ambil bagian untuk berdiri pada podium kesejahteraan
dengan pengelolaan pertanian. Namun tampaknya begitu sulitnya
mengumpulkan semua factor yang mendukung kearah sana. lantas apakah
sebuah imajinasi itu akan tetap abadi ataukah menjadi target pencapaian
yang secara berangsur-angsur dapat terwujud. Begitu banyaknya penduduk
bangsa ini, maka dari itu, ini bisa kita jadikan peluang, bahwa
pembangunan pada sector riil yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat
bahkan hingga kelas bawah inilah yang diperkirakan mampu mendorong
pencapaian pendapatan nasional bangsa ini.
0 Komentar: