Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor pembentuk PDB (Produk Domestik Bruto). Melalui kontribusi pada PDB tahun 2011 yang mencapai mencapai 14,72% yang kemudian pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 15,14% (BPS, 2012; 34). Salah satu subsektor pertanian adalah peternakan dengan produk yang di hasilkan seperti daging, telur dan susu. Meskipun daging bukan merupakan kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia namun, untuk tahun 2013, kebutuhan daging sapi mencapai 550 ribu ton, sedangkan ketersediaan dalam negeri hanya sekitar 431ribu ton,artinya ada sekitar 133,6 ribu ton yang harus dipenuhi untuk menutupi kebutuhan daging dalam negeri. Pada sisi lain, laju pertumbuhan sapi nasional berdasarkan data sekunder yang tersedia dalam 30 tahun hanya 1,44 persen (BPS, 2009; 158). Pertumbuhan tersebut dinilai sangat lambat. Berdasarkan data jumlah sapi potong di Indonesia tahun 2005 sekitar 11 juta ekor yang tersebar di 30 provinsi. Pada tahun 2007 jumlah penduduk di Indonesia diatas 220 juta jiwa, artinya kebutuhan pasok daging sangat tinggi. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan laju penduduk mengakibatkan tingginya tingkat permintaan terhadap daging sapi. Hal tersebut tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan sapi potong di Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas limbah pertanian dan perkebunan melalui teknologi fermentasi atau penggunaan mikro organisme.
Saat ini tidak sedikit masyarakat yang menjadikan hijauan makanan ternak ini sebagai bahan pakan pokok bagi hewan ternak, mereka secara khusus menanam rumput ini. Memang hijauan makanan ternak ini dapat dikatakan salah satu kemudahan beternak sebab untuk merawat rumput ini tidak dibutuhkan perlakuan khusus. Umumnya semua rumput ini memiliki sifat rumput kebanyakan yakni sangat mudah tumbuh dimana saja bahkan tanpa adanya pemupukan sekalipun. Namun salah satu masalah yang umum dihadapi oleh peternak tradisional adalah rendahnya mutu pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi, berupa jerami, rumput lapangan dan berbagai jenis hijauan lainnya. Jenis pakan ternak tersebut sulit dicerna dan tidak dapat memberikan zat-zat nutrisi yang berimbang untuk mendukung produktivitas yang optimal, perlu adanya teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas ternak yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas daging ternak.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengadaan pakan ternak ini melalui proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme. Fermentasi adalah proses amoniasi, atau dalam bahasa sehari-harinya sering disebut dengan peragian atau pemeraman
Melalui teknik pakan fermentasi dengan menggunakan MOL, diharapkan kekurangan akan pakan hijauan disaat musim kemarau dapat diminimalisir dan pakan fermentasi ini dapat berperan langsung dalam penambahan nutrisi pakan sapi, sehingga sapi dapat tumbuh dan berkembang dan peternak bisa meminimalisir pengeluaran untuk pakan ternak, dan dapat memperbaiki produktifitas sapi di indonesia.
Anda dapat melihat dan mengunduh PKM GT - Penggunaan Mikro Organisme Lokal Sebagai Bahan Adiktif Pada Limbah Pertanian Untuk Meningkatkan Produktifitas Hasil Ternak selengkapnya dengan menekan tombol download dibawah ini.
0 Komentar: