Cara Praktis Mengolah Limbah Ternak


Limbah ternak pada umumnya berbentuk bahan organik yang mudah membusuk, sehingga perlu mendapat penanganan khusus. Jika tidak segera ditangani, limbah ternak dapat menimbulkan polusi udara, tanah dan air. Yang termasuk limbah ternak antara lain feses (kotoran), urine (air kencing), rambut atau bulu, kuku atau tracak pada ternak, serta sisa pengolahan susu, sisa pakan, tulang, darah, dan bahan-bahan lainnya.

Feses ternak terdiri atas dua komponen asal, yaitu feses padat dan cair dengan perbandingan sekitar 3:1. Menurut Musnamar (2005), produksi kotoran sapi yang dihasilkan dalam bentuk padat mencapai 23,59 kg/ekor/ hari serta dalam bentuk cair mencapai 9,07 kg/ekor/hari.

Selain menimbulkan bau tak sedap, keberadaan kotoran ternak bisa mengganggu kesehatan masyarakat dan menjadi vektor penyakit. Berbagai dampak negatif itu dapat teratasi kalau limbah ternak dikelola secara riil dan berkelanjutan. Cara praktis, sederhana, murah, alias tepat guna yang disarankan adalah melalui teknologi fermentasi dan dekomposisi. 

Fermentasi Para ahli bioteknologi mendefinisikan istilah fermentasi sebagai proses pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Dalam hal ini, komponen kimiawi yang dihasilkan merupakan akibat dari pertumbuhan atau metabolisme mikroba yang ber-langsung secara anaerob atau aerob. 

Fermentasi dilakukan untuk meningkatkan nilai suatu bahan, dan menghilangkan racun yang melekat di dalamnya. Adapun teknologi fermentasi yang diterapkan adalah memfermentasi onggok yang merupakan limbah industri pembuatan tepung ta-pioka. Sebagai inokulan, digunakan kapang Aspergillus niger.

Selain dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan, onggok hasil fermentasi akan meningkatkan nilai nutriennya, terutama kandungan protein hingga 18 persen (sebelumnya 1,9 %).  Proses fermentasi dilakukan dengan medium semi padat. Dengan menambah mineral tertentu dan memeram selama empat hari, akan dihasilkan onggok terfermentasi dengan kualitas lebih baik. Hasil fermentasi inilah yang akan dipakai sebagai fortifikator, sehingga kualitas kompos meningkat akibat kandungan protein dalam onggok terfermentasi oleh Aspergillus niger.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah melalui proses dekomposisi. Cara ini dapat mengurangi pencemaran, sekaligus meningkatkan nilai kotoran ternak. Sebagian karbon dibebaskan dalam bentuk gula sederhana. Gula sederhana akan di-ambil mikroorganisme, dan sisa karbon dilepaskan ke lingkungan dalam bentuk gas CO2. Akibatnya kandungan karbon dalam bahan menurun, sehingga C/N ratio feses berkurang. 

Prinsip utama dekomposisi bahan organik adalah menurunkan C/N ratio feses mendekati C/N ratio tanah —yaitu kurang dari 18%— serta meningkatkan kandungan hara feses terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pelepasan unsur C inilah yang menyebabkan ikatan senyawa amoniak (CH4) terdegradasi, akibat bereaksi dengan air (H2O) menjadi senyawa CO2 yang dilepas ke udara dan hidrogen (H2). Melalui proses dekomposisi, kandungan CH4 dalam feses berkurang, sehingga emisi gas metan juga berkurang.

Proses Kerja Aplikasi teknologi dalam kasus ini adalah menggabungkan dua teknologi sekaligus, yaitu fermentasi dan dekomposisi, dengan tujuan utama mengurangi zat pencemar. Proses kerja fermentasi dan dekomposisi pada intinya hampir sama, yaitu perubahan fisik dan kimia bahan organik menjadi zat yang lebih sederhana.

Tahap pertama adalah memfermentasi onggok kering dengan inokulan kapang Aspergillus niger secara anaerob. Campurkan 10 kg onggok kering dan 580 gram mineral, lalu diaduk sampai merata. Tambahkan 8 liter air hangat. Setelah agak dingin, tambahkan 80 gram Aspergillus niger, kemudian masukkan ke dalam baskom. Tutup rapat dengan kain, dan simpan selama empat hari sampai terbentuk misellium.

Hasil fermentasi dipotong-potong dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 derajat Celcius, kemudian digiling halus. Onggok terfermentasi dapat dicampurkan ke feses hasil dekomposisi. 

Tahap kedua adalah dekomposisi feses (ternak sapi). Feses dicampur dengan bahan organik lainnya seperti sekam / abu abu, kapur dan aktivator. Proses ini juga dilakukan secara anaerob, dan memerlukan waktu selama 10-14 hari.

Yang perlu diperhatikan dalam dekomposisi adalah proses penyisiran campuran bahan dengan tujuan untuk aerasi dan mempercepat pematangan bahan, sehingga dihasilkan kompos berkualitas. Kompos matang memiliki ciri-ciri cokelat kehitaman, tidak berbau feses lagi, dan suhu turun antara 26-34 derajat Celcius, serta teksturnya menjadi remah. Selanjutnya, onggok terfermentasi dicampurkan sehingga menghasilkan kualitas kompos yang kaya unsur hara.

Tujuan utama dalam penerapan teknologi tepat guna ini pun dapat tercapai yaitu berkurangnya pencemaran lingkungan akibat kotoran ternak. Selain itu, kalau jumlah kompos berlebihan, kita dapat menjualnya ke kalangan petani sehingga dapat menambah penghasilan keluarga.