BAHAN SANITAISER
Meskipun pembersihan telah dilakukan, belum ada jaminan bahwa cemaran mikrobiologis terutama bakteri patogen dapat dihilangkan. Oleh karena itu, proses pembersihan pada umumnya harus diikuti dengan desinfeksi menggunakan bahan sanitaiser. Tujuan utama desinfeksi adalah untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen dan perusak dalam pengolahan makanan, serta pada fasilitas dan perlengkapan persiapan serta pengolahan.
Sebuah lingkungan yang saniter dapat dicapai dengan menghilangkan cemaran sebaik-baiknya, diikuti dengan penerapan sanitaiser secukupnya untuk menghancurkan mikroorganisme yang tertinggal. Keberadaan deposit cemaran dapat memberikan perlindungan bagi mikroorganisme terhadap kerja sanitaiser, baik melalui efek pengenceran sanitaiser maupun karena adanya reaksi antara bahan organic dalam cemaran dengan sanitaiser. Karena itu, untuk menjamin tercapainya proses pengolahan yang saniter, penting untuk menerapkan bahan sanitaiser segera setelah pembersihan. Secara garis besar, bahan sanitaiser dibedakan menjadi 2, yaitu sanitaiser kimiawi dan non kimiawi.
Sanitizer Non Kimiawi
Sanitaiser non kimiawi dapat mematikan mikroorganisme melalui aktivitas fisik dari energi yang dimilikinya. Beberapa contoh sanitaiser non kimiawi antara lain uap, air panas dan radiasi.
- Uap, penggunaan uap air panas untuik tujuan sanitasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap air mengalir bersuhu 76,7 ‘C selama 15 menit, atau 93,3 ‘C selama 5 menit.
- Air Panas, sanitasi dengan metode ini dapat dilakukan dengan merendam benda-benda dalam air panas bersuhu 80 ‘C atau lebih.
- Sanitasi Radiasi, radiasi sinar pada panjang gelombang 2500 A dari sinar ultraviolet, sinar gamma atau dari katode energi tinggi dapat digunakan untuk mematikan mikroorganisme. Radiasi sinar ultraviolet telah banyak diaplikasikan di rumah sakit (Barido, 2013).
Sanitaiser Kimiawi
Sanitaiser kimiawi (desinfektan) adalah senyawa kimiawi yang memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme. Desinfektan tidak memiliki daya penetrasi, sehingga tidak mampu mematikan mikroorganisme yang terdapat dalam celah, lubang atau dalam cemaran mineral.
Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan desinfektan, antara lain waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH, kebersihan alat, dan ada tidaknya bahan pengganggu. Suhu yang disarankan untuk proses desinfeksi berkisar antara 21,1-37,8 ‘C.
Derajat keasaman merupakan factor kritis yang mana desinfektan berbahan klorin akan inaktif pada pH lebih dari 10. Adapun desinfektan berbahan dasar iodine akan inaktif pada pH 5,0. Ada 4 macam desinfektan yang lazim digunakan dalam proses pengolahan pangan, yang dibedakan menurut komponen utama yang dikandungnya, yaitu sebagai berikut:
- Desinfektan berbahan dasar klorin.
- Desinfektan berbahan dasar iodine.
- Senyawa ammonium kuartener (quad), dan
- Surfaktan anionic asam.
ASPEK SANITASI
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilakukan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit.
Untuk menjaga agar kandungan bakteri dalam hasil olahan susu dapat serendah mungkin, semua peralatan yang dipakai untuk penanganan dan pengolahan air susu segar harus diusahakan tetap bersih, dalam keadaan sanitasi yang baik dan kering setelah dipakai. Dalam keadaan sanitasi yang baik berarti bersih dan semua bakteri yang semula ada telah dapat dibasmi. Untuk dapat memenuhi harapan itu, maka semua peralatan yang digunakan dalam industri susu harus didesain dengan baik.
SANITASI BAHAN BAKU
Bahan baku merupakan salah satu faktor terpenting pada proses pengolahan agar makanan sehat bagi setiap orang dan konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain; dari bahan baku yang berkualitas baik, cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, pengangkutan yang sesuai ketentuan dan cara yang benar. Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak tidak sengaja, yaitu secara langsung dan silang. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada makanan mentah atau disebut bahan baku. Kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah atau makanan masak melalui perantara.
SANITASI ALAT
Sanitasi peralatan dilakukan dengan menggunakan detergen, selanjutnya dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan atau disterilisasi dengan air panas terlebih dahulu. Detergen sintetik disebut sebagai surfaktan karena dapat menurunkan tegangan permukaan larutan, membantu membasahkan partikel cemaran, memecah gumpalan partikel cemaran dan mensuspensikannya kedalam cairan. Pengguyuran peralatan akan menghasilkan 99 % kotoran atau sisa susu yang tertinggal.
Penggunaan air panas disini berperan untuk sterilisasi, sebagaimana dituturkan penggunaan air panas sebaiknya dilakukan dengan suhu minimal 75oC dan dikerjakan paling sedikit 5 menit.
Energi panas diperkirakan dapat menyebabkan denaturalisasi protein dalam sel mikroorganisme yang dapat menimbulkan kematian. Cara ini cukup efektif dan dapat diterapkan pada semua jenis permukaan yang bersentuhan dengan makanan. Kelemahannya, cara ini tidak dapat mematikan spora bakteri yang tahan terhadap panas.
Pengeringan alat-alat persusuan dilakukan dengan menaruh alat pada rak dalam posisi terbalik dan sedikit dimiringkan agar proses pengeringan berlangsung sempurna. Menurut Van den Berg (1987), pengeringan alat-alat yang sudah disanitasi bertujuan untuk mencegah kemungkinan adanya bakteri yang mampu tumbuh dan berkembang pada tempat-tempat basah. Adapun program sanitasi alat persusuan yang baik meliputi 5 tahap, yaitu : membasuh dengan air dingin atau hangat untuk menghasilkan sebanyak mungkin sisa susu, membersihkan dengan detergen asam atau basa, membersihkan dengan air hangat atau dingin untuk menghilangkan detergen atau kotoran, sterilisasi (desinfeksi alat-alat) dan pengeringan alat-alat persusuan.
SANITASI PEKERJA
Pekerja harus mengikuti proses sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Karyawan yang melakukan kontak langsung dengan makanan dapat menjadi sumber cemaran baik biologis, kimia maupun fisik.
Proses sanitasi yang penting bagi pekerja terdiri dari pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri yaitu bebas infeksi saluran pernafasan, pencernaan dan penyakit kulit. Kewajiban mandi dan mencuci tangan sebelum melaksanakan penanganan susu baik pemerahan maupun proses pengolahan sangat tepat. Pencucuian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan sebagian besar mikro organisme yang terdapat pada tangan. Kombinasi antar aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme.
SANITASI LINGKUNGAN
Jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengan cepat jika kandang hewan tidak bersih dan sehat. Kandang yang kotor dapat menyebabkan banyaknya kontaminan baik bakteri maupun benda lainnya seperti debu, bulu, pasir dan sebagainya.
Air susu mudah tercemar kotoran dan bau-bauan yang tidak diinginkan baik melalui badan hewan atau lingkungan. Dalam pembuatan produk olahan susu diperlukan susu bersih, bermutu baik, berkomposisi normal dan mempunyai kandungan bakteri yang rendah. Kondisi ini apabila tidak diimbangi dengan sanitasi lingkungan yang benar dapat mengakibatkan kontaminasi fisik dan mikroorganisme terhadap produk yang dihasilkan.
LIMBAH
Limbah dari pengolahan susu dihasilkan selama pengolahan dan pemindahan susu dari petani sampai ke penerima (industri). Limbah dapat terdiri dari susu penuh dan olah, maupun air pencuci dan pasteurisasi. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan metode perlakuan secara fisik, perlakuan secara kimia, perlakuan secara biologi. Penangan secara fisika yaitu dengan menyisihkan limbah padat secara fisik dari bagian cairan. Secara kimia dilakukan dengan mengendapkan partikel menggunakan senyawa kimia sebagai koagulan seperti ferisulfat, almunium sulfat, kalsium hidroksida. Penanganan limbah secara biologi dilakukan dengan menggunakan agensia hayati (mikroba) melalui proses fermentasi baik fermentasi aerob maupun anaerob yang dikenal sebagai lumpur aktif (activity sludge).
Pengelolaan limbah cair yaitu dengan sistem kolam atau sering disebut juga sebagai kolam oksidasi. Sistem kolam merupakan salah satu sistem pengolahan limbah cair dengan cara pembuangan limbah cair secara langsung ke badan air. Pada sistem kolam konsentrasi mikroorganisme relatif kecil, suplai oksigen dan pengadukan berlangsung secara alami. Sehingga proses perombakan bahan organik berlangsung relative lama dan pada area yang luas, yang cukup tersedia lahan. Sistem kolam berfungsi untuk pengolahan limbah cair, sekaligus pengolahan sludge. Alga atau ikan-ikan kecil yang tumbuh dapat dipanen dan digunakan sebagai hasil samping yang bermanfaat. Suplai oksigen merupakan factor pembatas, pembebanan system serine didasarkan pada luas permukaan kolam dan dinyatakan dalam P- BOD,/m-,hari, dan tidak didasarkan pada volume kolam atau jumlah biomassa.
Sistem kolam umumnya dirancang dengan kedalaman maksimum 1,0 -1,5 m, sehingga pencahayaan dan pengadukan oleh angin. Waktu tinggal hidrolik dalam kolam sekitar 20 hari. Kolam sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian, sehingga dalam masing-masing bagian organisme dapat tumbuh secara optimum dan proses perombakan berlangsung lebih cepat. Sistem kolam merupakan system pengolahan limbah cair sederhana yang tidak memerlukan peralatan mekanis, mudah dioperasikan dan tidak memerlukan biaya tinggi.
Kekurangan sistem ini adalah sangat tergantung pada cuaca, dan memerlukan lahan luas, serta berpotensi menimbulkan bau busuk terutama pada malam hari dimana suplai oksigen tidak mencukupi untuk proses aerobik. Selain itu, kolam juga dapat digunakan sebagai tempat berkembang biak nyamuk.
Kekurangan sistem ini adalah sangat tergantung pada cuaca, dan memerlukan lahan luas, serta berpotensi menimbulkan bau busuk terutama pada malam hari dimana suplai oksigen tidak mencukupi untuk proses aerobik. Selain itu, kolam juga dapat digunakan sebagai tempat berkembang biak nyamuk.
← Bagian Kedua | Bagian Keempat → |